ADAB-ADAB
BERBICARA
﴿ آداب الكلام ﴾
]
Indonesia – Indonesian – [ إندونيسي
﴿ آداب الكلام ﴾
« باللغة الإندونيسية »
ADAB BERBICARA
Hendaknya
setiap muslim menjaga lidahnya sebagaimana hadits yang diriwayatkan Imam Ahmad
rahimahullah sesungguhnya Rasulullah rbersabda:
إِِنَّ الرَّجلَ لَيَتَكَلَّمُ
بِالْكَلِمَةِ يَضْحَكُ بِهَا جلَسَاءُهُ يَهْوِي بِهَا مِنْ أَبْعَدَ مِنَ
الثُّرَيَّا
"Ada kalanya seseorang berbicara dengan suatu
kata di mana orang disekelilingnya tertawa dengan ucapannya, namun dengan kata
tersebut dia terpelanting ke tempat yang lebih jauh dari bintang
tsuroyya".
·
Berbicaralah dengan hal yang baik atau diam sebagaimana hadits yang diriwayatkan Abu Hurairah radhiallahu anhu beliau berkata: Rasulullah r bersabda:
Berbicaralah dengan hal yang baik atau diam sebagaimana hadits yang diriwayatkan Abu Hurairah radhiallahu anhu beliau berkata: Rasulullah r bersabda:
مَنْ كَانَ
يُؤْمِنُ بِاللهِ وَاْليَوْمِ اْلآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْلِيَصْمُت
"Barang siapa yang
beriman kepada Allah dan hari Akhir maka berbicaralah dengan baik atau
diam".
·
Berkata baik merupakan salah satu pintu dari
pintu-pintu shodakoh, hal ini sebagaimana tersirat dalam hadits yang
diriwayatkan Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah r
bersabda:
كُلُّ سُلاَمَى
مِنَ النَّاسِ صَدَقَةٌ,كُلَّ يَوْمٍ تَطْلُعُ فِيْهِ الشَّمْسُ:يَعْدِلُ بَيْنَ
اثْنَيْنِ صََدَقَةٌ,وَيُعِيْنُ الرَّجُلَ عَلىَ دَابَّتِهِ فَيَحْمِلُ عَلَيْهَا
أَوْيَرْفَعُ مَتَاعَهُ صَدَقَةٌ وَاْلكَلِمَةُ الطَّيِّبَةُ صَدَقَةٌ ...
"Setiap persendian tubuh manusia (membutuhkan) sodaqoh setiap
hari tatkala terbit matahari, berbuat adil di antara dua orang adalah sodaqoh,
menolong orang menunggangi hewan tunggangannya juga mengangkat barang bawaannya
adalah sodaqoh dan berbicara dengan kalimat yang baik adalah sodaqoh".
Bahkan
orang yang berkata baik akan dijauhkan dari api neraka sebagaimana hadits yang
diriwayatkan oleh Adi' bin Hatim radhiallahu anhu bahwa Nabi r
bercerita tentang api neraka kemudian beliau memalingkan wajahnya
sambil minta perlindungan darinya, lalu bercerita tentang api neraka kemudian
beliau memalingkan wajahnya sambil minta perlindungan darinya, kemudian
bersabda:
ِاتَّقُوْا
النَّارَ وَلَوْ بِشِقِّ تَمْرٍ فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَبِكَلِمَةٍ طَيِّبَةٍ
"Jagalah diri
kalian dari api neraka walau dengan sebelah kurma barang siapa yang tidak
mendapatkannya maka dengan ucapan yang baik".
·
Mendorong diri sedikit berbicara, sebab
banyaknya berbicara akan menyebabkan seseorang terjerumus kedalam perbuatan dosa, hal ini sebagaimana
sabda Rasulullah r:
وَإِنَّ
أَبْغَضَكُمْ إِلَّي وَأَبْعَدَكُمْ مِنِّي مِجْلِسًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ
الثَّرْثَارُوْنَ
"Dan sesungguhnya orang yang paling aku dibenci dari kalian
dan paling jauh dariku di hari kiamat adalah orang yang banyak bicara".
·
Menjauhi perbuatan ghibah, sebagaimana firman
Allah I: وَلاَيَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا "Janganlah
sebagian kalian menggunjing terhadap
sebagian yang lain".
Point
Penting. Ghibah diperbolehkan pada enam tempat:
1. Diperbolehkan
bagi orang yang terzalimi menceritakan kezaliman orang lain kepada pemerintah
dan hakim.
2. Bertujuan
untuk merubah kemungkaran.
3. Meminta
fatwa (Seperti halnya ia berkata Fulan menzalimiku dengan ini dan itu).
4. Untuk
mengingatkan dan menasehati kaum muslimin dari keburukan. (dengan maksud
menasehati).
5. Orang
yang digibahi adalah seorang yang benar-benar menampakkan kefasikan dan
kebid'ahannya.
6. Untuk
memberikan keterangan kepada orang-orang (yang bertanya), bilamana orang
tersebut terkenal dengan sebutan seperti bermata kabur, pincang dan buta, dan
diharamkan memberikan keterangan itu dengan tujuan menghinakannya.
Ada
beberapa hal yang mesti diperhatikan dalam ghibah yang diperbolehkan,
diantaranya adalah:
1. Niat
ikhlas hanya untuk mencari keridho’an Allah semata.
2. Berusaha
untuk tidak menyebutkan nama orang tertentu semaksimal mungkin.
3. Mengingatkan
seseorang dengan apa yang diperbolehkan baginya.
4. Berkeyakinan
bahwa tidak akan ada kerusakan lebih besar yang diakibatkan oleh point-point
penting yang disebutkan di atas.
Sebab-sebab yang mendorong seseorang berbuat
ghibah:
1. Menyalurkan
kemarahan, hendaknya ia ingat akan sabda Nabi r:
مَنْ كَظَمَ
غَيْظًا وَهُوَ قَادِرٌ عَلَى أَنْ يُنَفِّذَهُ دَعَاهُ اللهُ عَزَّوَجَلَّ عَلَى
رُؤُوْسِ الْخَلاَئِقِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُخَيِّرَهُ مِنَ اْلحُوْرِ
مَاشَاءَ
"Barang siapa yang menahan kemarahan,
padahal dia mampu untuk melakukannya maka Allah I akan menyerunya
atas di hadapan seluruh manusia pada hari kiamat, untuk memilih bidadari yang
dikehendakinya".
2. Menyesuaikan
diri dalam pergaulan dan sengaja mengada-adakan sikap baik kepada teman.
Hendaklah dia mengingat akan sabda Nabi r:
وَمَنِ
اْلتَمَسَ رِضَا النَّاسِ بِسَخَطِ اللهِ وَكََلَهُ اللهُ إِلَى النَّاسِ
"Barangsiapa
mencari kerelaan manusia dengan (berbuat sesuatu yang) dibenci oleh Allah maka
Allah pasti menyerahkan urusannya kepada manusia".
3. Hendak
meninggikan derajat dirinya dengan cara mengejek orang lain. Obat bagi orang
yang memiliki sifat tersebut adalah mengetahui bahwasannya apa-apa yang
dimiliki oleh Allah adalah lebih baik dan lebih kekal.
4. Bersenda
gurau dan bercanda. Rasulullah rbersabda:
وَيْلٌ لِلَّذِي
يُحَدِّثُ فَيَكْذِبَ لِيَضْحَكَ بِهِ اْلقَوْمُ وَيْلٌ لَهُ وَيْلٌ لَهُ
"Celaka bagi orang
yang berkata kemudian berbohong supaya orang-orang tertawa, maka celaka
baginya, maka celaka baginya".
5. Iri
dengki, Rasulullah r
bersabda:
لاَ
يَجْتَمِعَانِ فِي قَلْبِ عَبْدٍ:اَْلإِيْمَانُ وَاْلحَسَدُ
"Tidaklah berkumpul dalam hati seorang
hamba: iman dan sifat dengki.
6. Menisbatkan
sesuatu pada orang lain dengan maksud membersihkan diri darinya.
7. Banyak
waktu yang kosong.
8. Untuk
mendekatkan diri kepada pemimpin dan penguasa.
Beberapa
perkara yang tidak dikategorikan sebagai ghibah padahal ia adalah bukan ghibah
1. Seseorang
terkadang berbuat ghibah tetapi apabila dibantah dia berkata: (Saya siap
mempertegas ucapan tersebut di hadapannya).
2. Perkataan
orang di depan halayak ramai tatkala menceritakan seseorang (Kita berlindung
pada Allah dari kurangnya rasa malu) atau (Fulan demi Allah melewati batas).
3. Perkataan
seseorang, orang itu terkena musibah dengan ini (lalu menceritakan
kejelekannya).
4. Menganggap
enteng membicarakan kejelekan orang yang berbuat maksiat.
·
Menjauhi perbuatan mengadu domba sebagaimana
sabda Rasulullah r:
لاَ يَدْخُلُ اْلجَنَّةَ قَتَّاتٌ
"Tidak akan masuk surga orang yang
mengadu domba".
Point Penting. Enam perkara yang harus
diperhatikan oleh orang yang menerima namimah:
1. Tidak
membenarkannya.
2. Melarang
dan menasehati (pelaku namimah) agar dia menjauhi perbuatan tersebut
3. Membencinya
karena Allah sebab hal tersebut dibenci oleh Allah I.
4. Tidak
berprasangka buruk pada saudaranya yang tidak ada di hadapannya.
5. Tidak
memata-matai dan mencari kesalahan orang lain.
6. Dia
tidak merelakan bagi dirinya apa-apa yang telah dilarangnya (dari perbuatan
namimah) tentang pribadinya, maka janganlah menceritakan perbuatan namimah
orang tentang dirinya ia berkata: Fulan mengisahkan padaku seperti itu kemudian
jadilah ia seorang pengadu domba.
·
Dilarang menceritakan setiap pembicaraan yang
didengar, sebagaimana sabda Rasulullah r:
كَفَى
بِالْمَرْءِ إِثْمًا أَنْ يُحَدِّثَ بِكُلِّ مَاسَمِعَ
"Cukuplah bagi
seseorang berbuat dosa dengan menceritakan setiap apa yang didengarnya".
·
Jauhilah berbuat bohong, sebagaimana firman
Allah I:
يَاأَيُّهَا
الَّذِيْنَ آَمَنُوْا اتْقُوْا اللهَ وَكُوْنُوْا مَعَ الصّدِقِيْن
"Wahai orang-orang
yang beriman bertaqwalah kamu kepada Allah dan jadilah kalian bersama-sama
orang yang benar .
Selain itu, terdapat hadits riwayat Samurah bin Jundab radhiallahu
anhu tentang mimpi Nabi r
beliau bersabda:
"… Akan tetapi malam itu aku bermimpi melihat dua
orang laki-laki datang kepadaku kemudian mereka berdua memegang kedua tanganku
dan membawaku keluar pergi ke tanah suci, tatkala itu ada seseorang yang sedang
duduk dan yang lain berdiri, sementara ditangannya terdapat besi yang ujungnya
bengkok. Sebagian teman-teman kami meriwayatkan dari Musa hadits riwayat musa
dengan lafaz "bahwa dia memasukkan besi tersebut ke bagian mulutnya
sehingga menembus kepalanya yang bagian belakang, kemudian melakukannya kembali
ke bagian mulut yang lain seperti apa yang dilakukan sebelumnya, akhirnya
bagian mulutnya menjadi menyatu, namun tatkala mulutnya kembali seperti
sediakala, dia kembali mengulangi perbuatannya. Aku berkata: "Apa
ini?" Mereka berdua menjawab pergilah …) Diakhir hadits ini Rasulullah r berkata pada kedua orang tersebut:" Pada malam ini kalian
telah membawaku berkeliling, maka beritahukanlah kepadaku tentang apa yang
telah aku lihat. Mereka berdua berkata: Adapun orang yang engkau lihat merobek
mulutnya, maka orang itu adalah pembohong, ia mengada-adakan kebohongan
kemudian menanggung akibatnya hingga ke ujung dunia sampai hari kiamat….)
Diperbolehkan
berbohong dalam tiga tempat:
1. Mendamaikan
manusia.
2. Berbohong
dalam peperangan.
3. Perkataan
suami terhadap Istrinya dan perkataan istri terhadap suaminya.
Adapun dalil
diperbolehkannya hal tersebut adalah sabda Rasulullah r:
لاَ أَعُدُّهُ كَاذِبًا الرَّجُلُ يُصْلِحُ بَيْنَ النَّاسِ, يَقُوْلُ اْلقَوْلَ وَلاَ يُرِيْدُ بِهِ إِلاَّ اْلإْصْلاَحَ, وَالرَّجُلُ يَقُوْلُ فِي اْلحَرْبِ, وَالرَّجُلُ يُحَدِّثُ اْمرَأَتَهُ وَالْمَرْأَةُ تُحَدِّثُ زَوْجَهَا
لاَ أَعُدُّهُ كَاذِبًا الرَّجُلُ يُصْلِحُ بَيْنَ النَّاسِ, يَقُوْلُ اْلقَوْلَ وَلاَ يُرِيْدُ بِهِ إِلاَّ اْلإْصْلاَحَ, وَالرَّجُلُ يَقُوْلُ فِي اْلحَرْبِ, وَالرَّجُلُ يُحَدِّثُ اْمرَأَتَهُ وَالْمَرْأَةُ تُحَدِّثُ زَوْجَهَا
"Aku tidak menganggap berbohong seorang yang (berbohong)
untuk mendamaikan perselisihan antara manusia, yaitu dengan mengatakan satu
perkataan yang bohong di mana dia tidak menghendaki dengannya kecuali
perdamaian, juga seorang laki-laki yang berkata bohong dalam peperangan dan
seorang suami yang berkata bohong kepada Istrinya, dan seorang istri yang
berbohong kepada suaminya ".
· Dilarang
berkata kotor dan berbuat kotor, serta setiap perkataan yang keji. Sebagaimana
disebutkan di dalam hadits:
لَمْ يَكُنِ
النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَاحِشًا وَلاَ مُتَفحِّشًا
·
Keutamaan orang yang meninggalkan berdebat
walaupun dia benar. sebagaimana sabda Rasulullah r:
أَنَا زَعِيْمٌ
بِبَيْتٍ فَي رَبََضِ اْلجَنَّةِ لِمَنْ تَرَكَ الْمِرَاءَ وَإِنْ كَانَ مُحِقًّا
"Aku
adalah pemimpin pada sebuah tempat di surga bagi orang yang meninggalkan
perdebatan walaupun dia benar". [19]
Al Miro' adalah jidal/berdebat.
·
Dilarang membuat orang tertawa dengan cara
berbohong. sebagaimana sabda Rasulullah r:
وَيْلٌ ِللَّذِي
يُحَدِّثُ فَيَكْذِبَ لِيَضْحَكَ بِهِ الْقَوْمِ وَيْلٌ لَهٌ وَيْلٌ لَهُ
"Celaka orang yang
berbicara kemudian berbohong supaya orang-orang menertawakannya celaka baginya,
celaka baginya".
Semestinya seseorang meninggalkan banyak tertawa, sebagaimana
sabda Rasulullah r:
لاَ
تُكْثِرُوْا مِنَ الضَّحِكِ فَإِنَّ كَثْرَةَ الضَّحِكِ تُمِيْتُ الْقَلْبَ
·
Apabila seseorang berbicara dengan saudaranya
kemudian dia menoleh kepadanya maka itu adalah amanah sebagaimana sabda
Rasulullah r:
إِذَا
حَدَّثَ الَّرجُلُ بِاْلحَدِيْثِ ثُمَّ اْلتَفَتَ فَهِيَ أَمَانَةٌ
"Bilamana
seorang membicarakan sesuatu kemudian dia menoleh kepadanya maka itu adalah
amanah".
·
Mendahulukan orang yang lebih tua dalam
berbicara, dan berbicara harus dengan suara yang terang dan tidak rendah serta
harus dengan kalimat yang jelas yang dapat dipahami oleh semua orang dengan
tidak mengada-ada dan berlebih-lebihan.
·
Tidak memotong pembicaraan orang lain,
sebagaimana yang diceritakan tentang Nabi r
yang berbicara dengan kaumnya lalu masuk kepadanya seorang badui, kemudian
bertanya kepadanya tentang hari kiamat, namun Rasulullah tetap meneruskan
pembicaraannya bersama para shahabat, setelah selesai beliau berkata: “Manakah
orang yang sebelumnya bertanya tentang hati kiamat?, maka barulah beliau
menjawab pertanyaan orang tersebut.
·
Berbicara dengan pelan-pelan dan tidak pula
tergesa-gesa, sebagaimana diceritakan tentang Nabi r
bahwa apabila beliau bicara dengan tentang sesuatu, seandainya ada
orang yang menghitung ucapannya nya niscaya dia bisa terhitung).
Dan Rasulullah r
tidak berbicara secara terus menerus, beliau bicara dengan suatu kalimat yang
dan dan terperinci sehingga orang yang mendengarnya menjadi hafal.
·
Berbicara dengan suara, pelan Allah Subhanahu
Wa Ta’ala berfirman: وَاغْضُضْ مِنْ َصوِْتكَ "Pelankanlah
suaramu".
·
Menjauhi kata-kata yang haram, seperti
mengkafiran orang lain, bersumpah dengan selain nama Allah, perkataan
seseorang: “Celaka manusia”, bersumpah dengan thalak serta mencaci maki masa.
·
Meninggalkan mementingkan diri sendiri dalam
berbicara.
·
Tidak menceritakan tentang pribadi untuk membanggakan
diri sendiri sebagaimana firman Allah I: فَلاَ تُزَكُّـوا أَْنفُسَكُمْ
"Maka Janganlah kamu mengatakan dirimu
suci".
·
juga tidak mengagungkan diri
sendiri dengan mengatakan aku, kami berpendapat dan sebagainya.
·
Menjaga perasaan orang lain, Ibnu
Qoyyim rahimahullah berkata: “Di antara mereka ada orang yang dirasuki oleh
dorongan semangatnya (ruh) ini adalah keadaan yang berat lagi dibenci, dia
adalah wujud akal yang tidak pantas berbicara untuk memberikan manfaat bagimu,
atau tidak bisa berdiam dengan baik sehingga bisa mengambil pelajaran darimu,
serta tidak mengetahui dirinya sendiri sehingga bisa menempatkan
dirinya pada tempatnya.
·
Tidak mengungkapkan cacian kepada khalayak.
·
Hendaknya ia meninggalkan beberapa hal di
bawah ini:
q Banyak
bertanya dan sengaja mengada-ada pertanyaan tersebut sebagaimana sabda Nabi r:
وَيَكْرَهُ لَكُمْ ثَلاَثًاوَمِنْهَا َكثْرَةُ السُّؤَالِ
q Tergesa-gesa
memberikan jawaban.
q Tergesa-gesa
memberikan pendapat, baik dalam hal yang kecil atau yang besar.
q Sibuk
mengahadapi orang-orang randah dan hina.
q Berbicara
tidak sesuai dengan keadaan.
q Berbicara
yang tidak keruan sebagaimana hadits Rasulullah r:
منْ حُسْنِ إِسْلاَمِ اْلمَرْءِ َترْكُهُ مَالاَ يَعْنِيْهِ
q Berbicara
disamping orang yang tidak menyukainya.
q Mengulang-ulangi
omongan.
q Meninggikan
diri terhadap orang yang mendengarkan omongan.
q Tidak
mendengarkan orang lain yang berbicara dengan baik.
q Menganggap
remeh terhadap pembicaraan orang lain.
q Meminta
orang lain untuk mempercepat menyelesaikan perkataannya.
q Meninggalkan
orang padahal seseorang belum menyelesaikan perkataannya.
q Tergesa-gesa
memvonis orang yang berbicara sebagai pembohong.
q Menyepelekan
perkataan orang yang masih muda belia.
q Tergesa-gesa
menyebarkan suatu berita sebelum nampak fakta yang kongkrit (tentang kebenaran
berita tersebut) dan belum jelas manfaat menyebarkannya.
q Mendengarkan
dan menerima perkataan orang secara langsung tanpa menyaring dan menseleksi
kebenaran berita tersebut.
q Kasar
dalam memanggil orang. Allah I
berfirman:
وَقُلْ
لِعِبَادِي يَقُوْلُ الَّتيِ هِيَ أَحْسَن,إِنَّ الشَّيْطَانَ يَنْزِغُ بَيْنَهُمْ
وَإِنَّ الشَّيْطَانَ كَانَ ِلِْلإِنْسَانِ عَُدًّوا مُبِيًْا
"Katakanlah
kepada hamba-hambaku: "Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang baik
(benar), sesungguhnya syaitan menimbulkan perselisihan diantara mereka,
sesungguhnya syaitan merupakan musuh yang nyata bagi manusia".
Pada ayat yang lain Allah I
berfirman:
q Kasar
dalam mencela.
q Tidak
mengetahui adab berdiskusi.
q Tidak
menghiraukan perasaan orang lain.
q Bersikap
apriori terhadap teman bicara.
q Bergaya
bahasa menantang dan menyerang.
q Masa bodoh dengan nama teman bicara.
q Mengabaikan
prinsif-prinsif yang benar.
q Ngotot
dengan kesalahan dan enggan kembali kepada yang hak.
q Tidak
menguasai materi diskusi.
q Memvonis
saat diskusi berlangsung.
q Bercabang
dalam judul pembicaraan dan keluar dari fokus semula.
q Senang
membantah dan bertentangan.
q Tenggelam
dalam membicarakan sesuatu yang tidak bermanfaat.
q Banyak
saling mencela.
q Banyak
mengeluh kepada orang-orang.
q Banyak
membicarakan tentang perempuan.
q Banyak
bermain-main/senda gurau.
q Banyak
bercanda.
q Banyak
bersumpah, Allah I
berfirman:
وَاحْفَظُوْا أَيْمَانَكُمْ "Jagalah sumpah-sumpah kalian".
q Mencri-cari kesalahan teman duduk.
q Menampakkan
kebosanan terhadap teman duduk.
q Membebankan
teman duduknya untuk melayaninya.
q Melakukan
suatu hal yang bertentangan dengan rasa di dalam majlis seperti membersihkan
gigi dengan tusuk gigi, meludah di hadapan orang banyak, terbahak-bahak, dan
memain-mainkan kumis serta jenggot.
q Melakukan
kemungkaran di dalam majlis.
q Menghadiri
majlis yang di dalamnya terdapat kemungkaran dan menemani mereka melakukan hal
tersebut.
q Duduk
dengan posisi yang tidak mencerminkan sopan santun.
q Duduk
di tengah-tengah lingkaran orang banyak.
q Memaksakan
diri berbicara secara fasih sebagaimana Rasulullah r
bersabda:
سَيَكُوْنُ قَوْمٌ
يَأْكُلُوْنَ بِأَلْسِنَتِهِمْ كَمَا تَأْكُلُ الْبَقَرَةُ مِنَ اْلأَرْضِ
"Akan ada suatu
kaum dimana mereka makan dari hasil lisan-lisan mereka sebagaimana sapi memakan
makanan dari bumi".
q Janganlah
membawa suatu perkataan apabila engkau tidak bisa membawakannya seperti yang
sebenarnya".
q Senantiasa
berusaha semaksimal mungkin untuk menutup aib saudara semuslim, hal ini
sebagaimana di beritakan oleh Rasulullah r:
لاَ
يَسْتُرُ عَبْدٌ عَبْدًا فِي الدُّنْيَا إِلاَّ سَتَرَهُ اللهُ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ
"Tidaklah seorang
hamba menutupi aib hamba yang lainnya di dunia melainkan Allah akan menutupi
aibnya di hari kiamat nanti".
q Menjaga
agar tidak menamai dengan gelar-gelar yang jelek sebagaimana Allah
berfirman: وَلاَ تَنَابَزُوْا بِاْلأَلْقَابِ
dan
firman Allah I pula:
وَيْلٌ
ِلكُلِّ هُمَزَةٍ لُمَزَةٍ
Rasulullah r
bersabda:
بِحَِسَبٍ
اْمرِئٍ مِنَ الشَّـرِّ أَنْ َيحْقِـرَ أَخَاهُ اْلمُسْلِمَ
o Apabila
seseorang berbicara dengan suatu kaum, maka tidak boleh baginya mengarahkan
pandangannnya kepada orang tertentu tanpa yang lainnya.
o Apabila
seseorang salah dalam mengatakan suatu perkataan walaupun perkataan itu
mengandung kekufuran dimana lisannya ceroboh dengan ucapan tersebut, maka
janganlah perkataan tersebut dijadikan sebagai modal untuk menjelekannya. Dalil
yang menjelaskan hal ini adalah hadits yang diriwayatkan oleh imam Muslim
bahwasanya Rasulullah r
bersabda:
ِللهِ أَشَدُّ
فَرَحًا بَتَوْبَةِ عَبْدِهِ حِيْنَ يَتُوْبُ إِلَيْهِ مِنْ أَحَدِكُمْ كَانَ
عَلىَ رَاحِلَتِهِ بِأَرْضٍ فَلاَةٍ, فَانْفَلَتَتْ مِنْهُ وَعَلَيْهَا َطعَامُهُ
وَشَرَابُهُ فَأَيِسَ مِنْهَا فَأَتَى شَجَرَةً فَاضْطَجَعَ فِي ظِلِّهَا, وَقَدْ
أَيِسَ مِنْ رَاحِلَتِهِ فَبَيْنَمَا هُوَ كَذَاِلكَ إِذَا هُوَبِهَا قَاِئمَةً
عِنْدَهُ فَأَخَذَ بِخِطَامِهَا ُثمَّ قَالَ مِنْ شِدَّةِ اْلفَرْحِ: اَللَّهُمَّ
أَنْتَ عَبْدِي وَأَنَا رَبُّكَ أَخْطَأَ مِنْ شِدَّةِ اْلفَرَحِ
"Sesungguhnya Allah lebih gembira dengan taubat seorang
hambaNya tatkala ia bertaubat kepadaNya dari seseorang yang bersama hewan
tunggangannya di suatu padang
yang luas, kemudian hewan itu menghilang darinya sedangkan makanan dan minumannya
ada padanya. Lalu ia merebahkan badannya dibawah pohon karena telah putus asa
dengan hewannya itu. Namun, tatkala dia bangun, tiba-tiba hewan tersebut
berdiri dihadapannya, kemudian ia mengambil tali pengikatnya sambil berkata
dengan perasaan yang sangat bahagia: “Ya Allah sesungguhnya Engkau adalah
hambaku dan aku adalah tuhanMu”, Ia salah mengucapkannya karena
kegembiraannya".
[1] HR. Ahmad dalam kitab Al
Musnad no:8967
[2] HR Bukhari no:6018
[3] HR Bukhari no:2989 Muslim
no:1009
[4] HR Bukhari no:6563 Muslim
no:1016
[5] HR.At Tirmidzi no: 2018 dari hadits Jabir r.a dengan memakai
lafadz dari beliau
[6] QS. Al Hujurat:12
[7] Imam Bukhari
mengemukakan dalil diperbolehkannya menceritakan orang yang berbuat kerusakan
dan kesyirikan dengan sabda Rasulullah r
ketika menceritakan Ainah bin Hisan tatkala ia meminta izin kepada Nabi r untuk bertemu dengan beliau saat
itu beliau berkata :Sejelek-jeleknya saudara keluarga.
[8] Pengarang kitab Al
Mukhtar dari golongan Hanafiyah berkata: ولا غيبة
لأهل القرية
(Tidak ada ghibah pada penduduk kampung) . Adab As Syariyyah
Ibnu Muflih Juz 1 Hal 274
[9] HR.Abu Daud no: 3997 dan
dihasankan oleh Al Albani
[10] HR.At-Tirmidzi no: 1967
dihasankan oleh Al Albani
[11] HR.Abu Daud no:4990
dan dihasankan oleh Al Albani
[12] HR.Shohih Al jami' 7620
[13] HR. Bukhari no: 6056
Muslim no:105
[14] HR.Muslim no:5 dan
lafadz hadits darinya
[15] QS.At-Taubah(10):119
[16] HR Bukhari no:1386
dan Ahmad no:19652
[17] HR. Abu Daud no:
4921dan dishohehkan oleh Al Albani
[19] HR.Abu daud no:4800
dan dihasankan oleh Al Albani
[20] HR.Abu daud no: 4990
dan dihasankan oleh Al Albani
[21] HR.Ibnu Majah
no:4193 dan di shohehkan oleh Al Albani
[22] HR. Abu daud no:4878
dan dihasankan oleh Al Albani
[23] HR. Bukhari no:59
[24] HR. Bukhari no:3568
[25] HR. Ahmad no:25677
[26] QS. Lukman:19
[27] QS. An Najm:32
[28] HR.Muslim no:1715
Ahmad juz 2 hal 27
[29] HR.At-Turmudzi no:1887dan
dihasankan Al Albani
[30] QS. Al Isra:53
[32] QS.. Al Maidah(
4):89)
[33] HR.Shohih Al Jami'
[34] HR.Shohih Al Jami'
[35] QS.Al Hujurat:11
[36] QS Al Humazah:1
[37] HR.Shohih Al Jami'
[38] HR. Muslim no:2747
kitab At Taubah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar