ADAB
MENGUCAPKAN SALAM
﴿ آداب السلام ﴾
]
Indonesia – Indonesian – [ إندونيسي
﴿ آداب السلام ﴾
ADAB MENGUCAPKAN SALAM
·
Yang paling pertama memerintahkan salam
adalah Allah Yang Maha Tinggi, di mana Allah memerintahkan Adam alahis salam
untuk mengucapkannya kepada para malaikat. Disebutkan di dalam riwayat
Al-Bukhari:
إِنَّ اللهَ لَمَّا خَلَقَ
آدَمَ قَالَ اذْهَبْ فَسَلِّمْ عَلىَ أُلئِكَ اْلمَلاَئِكَةِ فَاسْتَمِعْ
مَايُجِيْبُوْنَكَ تَحِيَتُكَ وَتَحِيَّة ذُرِّيَتِكَ , فَقَالَ َالسَّلاَمُ
عَلَيْكُمْ, فَقَالُوْا: اَلسَّلاَمُ عَلََيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ َوبَرَكَاتُهُ
·
"Sesungguhnya
Allah Ta'ala saat setelah menciptakan Adam alahis salam, Dia berfirman kepada
Adam: "Pergilah dan ucapkanlah salam kepada para malaikat ini dan
dengarkanlah dengan apakah mereka menjawabmu, sebagai ucapan penghormatan
bagimu dan bagi keturunanmu". Lalu Adam berkata: َالسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ mereka menegaskan: اَلسَّلاَمُ عَلََيْكُمْ وَرَحْمَةُ
اللهِ َوبَرَكَاتُهُ…".
Dan pada masa awal kedatangan Nabi r
di Madinah beliau memerintahkan para shahabat untuk menyebarkan salam.
·
Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari A'isyah,
Rasulullah bersabda:
مَا
حَسَدَتْكُمُ اْليَهُوْدُ عَلىَ شَئٍ مَا حَسَدَتْكُمْ عَلىَ السَّلاَمِ
وَالتَّأْمِيْنِ
"Orang-orang Yahudi
tidak dengki kepadamu karena sesuatu, mereka dengki karena salam dan ucapan
amin (setelah membaca Al-Fatihah)".
·
Disunnahkan untuk mengawali ucapan salam
kepada orang lain, dan menjawabnya adalah wajib. Dan jika seseorang mengucapkan
salam kepada sebuah jama'ah, kalau dijawab oleh semua jama'ah, maka hal itu
lebih bagus, namun kalau dijawab oleh salah seorang dari mereka maka yang lain
terbebas dari beban tersebut.
·
Ucapan salam yang paling baik adalah: اَلسَّلاَمُ عَلََيْكُمْ وَرَحْمَةُ
اللهِ َوبَرَكَاتُهُ hal ini berdasarkan
riwayat dari Abu Hurairah bahwa seorang
lelaki lewat di hadapan Rasulullah r
dalam sebuah majlis dan
mengucapkan salam: اَلسَّلاَمُ
عَلََيْكُمْ , beliau bersabda:
"Sepuluh kebaikan", lalu lewatlah
lelaki lain seraya mengucapkan salam: اَلسَّلاَمُ عَلََيْكُمْ وَرَحْمَةُ
اللهِ َ Rasulullah mengatakan:
"Baginya duapuluh kebaikan". Lalu lewatlah lelaki lain sambil
mengucapkan salam: اَلسَّلاَمُ
عَلََيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ َوبَرَكَاتُهُ maka Rasulullah mengatakan: "Baginya tigapuluh pahala
kebaikan".
·
Dimakruhkan memulai salam dengan ucapan:اَلسَّلاَمُ ْ ُ عَلََيْكُمُ Berdasarkan
sabda Rasulullah r:
لاَ تَقُلْ عَلَيْكُمُ
السَّلاَمَ فَإِنَّ عَلَيْكُمُ السَّلاَمَ
تَحِيَّةُ المَوْتَى
"Jangnlah engkau mengatakan ,عَلَيْكُمُ
السَّلاَمَ sebab ucapan عَلَيْكُمُ السَّلاَمَ adalah penghormatan bagi orang yang telah
meninggal".
·
Dianjurkan untuk mengulangi salam tiga kali
jika jama'ah tempat mengucapkan salam cukup banyak atau merasa ragu dengan
pendengaran orang yang disalamkan kepadanya. Dan Rasulullah r
jika mengucapkan salam maka beliau mengulanginya tiga kali.
·
Dianjurkan untuk menyebarkan salam ((kepada
orang yang engkau ketahui dan orang yang engkau tidak ketahui)) dan Rasulullah r
bersabda: إِنَّ مِنْ أَشْرَاطَ
السَّاعَةِ كَانَتِ التَّحِيَّةُ عَلىَ اْلمَعْرِفَةِ
"Sesungguhnya di
antara tanda datangnya hari kiamat adalah penghormatan (ucapan salam)
dilandaskan pada pengetahuan orang terhadap orang lain semata". Dalam
riwayat lain disebutkan:
أَنْ
يُسَلِّمَ الرَّجُلُ عَلىَ الرَّجُلِ لاَ يُسَلِّمُ عَلَيْهِ إِلاَّ
لِلْمَعْرِفَةِ
·
"Seorang
lelaki mengucapkan salam kepada lelaki lainnya dan dia tidak mengucapkan salam
tersebut kecuali karena ia mengenalnya".
Begitu juga hadits Abdullah bin Umar radhiallahu anhuma bahwa sesorang lelaki
bertanya kepada Rasulullah r:
“Islam apakah yang terbaik? Beliau menjawab: "Engkau memberi
makanan dan mengucapkan salam kepada orang yang engkau kenal dan tidak kau
kenal".
·
Bawasanya Ibnu Umar radhiallahu anhuma memasuki
pasar dan tidaklah dia melewati seorangpun kecuali dia mengucapkan salam
atasnya. Maka Thufail bin Abi Ka'ab berkata kepadanya: Apakah yang engkau perbuat di pasar sementara
dirimu tidak tinggal untuk berjual beli? Tidak bertanya tentang harga barang?
Tidak menawar barang dan tidak pula duduk di majlis yang terdapat di pasar?
Beliau menjawab: Wahai Abu Bathn (kinayah untuk orang yang besar perutnya)
sebab Thufail seorang yang berperut besar-kami hanya pergi untuk mengucapkan
salam kepada orang yang kami temui".
·
Dianjurkan bagi orang yang datang untuk
mengawali salam, dasarnya adalah kisah tentang tiga orang yang datang kepada
Nabi r
lalu mengucapkan:
·
Termasuk sunnah bahwa seorang yang
mengendarai mengucapkan salam kepada orang yang berjalan, orang yang berjalan
mengucapkan salam kepada orang yang sedang duduk, orang yang sedikit kepada
orang yang banyak, orang yang lebih kecil kepada orang yang lebih besar.
Seandainya dua orang yang sedang mengendarai mobil atau hewan atau dua orang
berjalan saling berjumpa, maka yang lebih utama adalah orang yang lebih kecil
mengawali salam, seandainya orang yang lebih besar memulai salam maka dia
mendapat pahala atas perbuatannya. Berdasarkan sabda Rasulullah r
dalam riwayat Abu Hurairah t:
"يُسَلِّمُ الرَّاكِبُ عَلَى اْلمَاشِي وَاْلمَاشِي عَلىَ
اْلقَاعِدِ وَاْلقَلِيْلُ عَلىَ اْلَكثِيْرِ" وفي راية
للبخار" "يُسَلِّمُ الصَّغِيْرُ عَلىَ اْلكَبِيْرِ وَاْلمَارُ عَلَى
اْلقَاعِدِ وَاْلقَلِيْلُ عَلىَ اْلكَثِيْرِ"
"Orang yang berkendaraan mengucapkan salam kepada orang yang
berjalan, orang yang berjalan kepada orang yang duduk, orang yang sedikit
kepada orang yang banyak"
Dalam riwayat lain disebutkan: Orang yang kecil mengucapkan salam kepada orang
yang lebih besar, orang lewat / berjalan kepada orang yang duduk dan orang yang
sedikit kepada orang yang banyak".
·
Apabila dua orang bertemu dan setiap mereka
berdua mengawali ucapan salam maka setiap mereka berdua untuk menjawab
salamnya. (Syarhul Hidayah).
·
Para
ulama dalam mazdhab Syafi'iy berkata: Disunnahkan mengirim salam dan orang yang
dipercayakan mengirim salam tersebut wajib menyampaikannya, inilah yang wajib
dilakukan jika dia sanggup menanggungnya sebab dia diperintahkan untuk
menyampaikan amanah, namun jika dia tidak sanggup menanggungnya maka dia tidak
wajib menyampaikannya. Disebutkan di dalam kitab Al-Shahihaini dari A'isyah
radhiallahu anha berkata: Rasulullah r:
bersabda: "Wahai
Aisayah ini Jibril datang untuk mengucapkan salam kepadamu". Dia menjawab:
وَعَلَيْهِ
السَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللهِ dan ditambahkan di dalam riwayat Bukhari:
"وَبَرَكَاتُهُ" disebutkan di dalam Syarah Muslim:
Didalamnya penjelasan tentang bolehnya orang asing (yang bukan mahrom) mengirim
salam kepada perempuan asing lainnya jika tidak dikhawatirkan akan menimbulkan
fitnah dengan perbuatan tersebut".
·
Menjawab orang yang membawa dan orang yang
mengirim salam. Telah datang seorang lelaki kepada Rasulullah r
dan berkata: Sesungguhnya bapakku mengirim salam untukmu". Rasulullah r
menjawabnya:
وَعَلَيْكَ وَعَلىَ أبِيْكَ السَّلاَم
Abu Dzar t
berkata: "Hadiah yang baik dan beban dengan ringan".
·
Para
ulama berbeda pendapat tentang kebolehan mengucapkan salam kepada wanita asing
yang bukan mahrom, ada ulama yang melarang dan ada pula membolehkan, dan semoga
yang lebih kuat adalah apa yang disebutkan oleh Imam Ahmad rahimhullah: Jika
perempuan tersebut sudah tua maka tidak apa-apa, namun jika masih muda maka
tidak boleh.
·
Disunnahkan mengucapkan salam kepada
anak-anak kecil, berdasarkan hadits riwayat Anas t bahwa
dia melewati anak-anak dan mengucapkan salam kepada mereka, lalu menceritakan
bahwa "Rasulullah r
mengerjakan hal tersebut".
·
Mengucapkan salam kepada orang yang terjaga,
di tempat yang terdapat padanya orang lain sedang tertidur, dengan merendahkan
suara untuk memperdengarkan salam kepada orang yang terjaga tanpa membangunkan
mereka yang sedang tertidur, berdasarkan hadits riwayat Miqdad bin Al-Aswad dan
disebutkan di dalam hadits tersebut bahwa "Nabi r
datang pada waktu malam lalu mengucapkan salam dengan suara yang tidak
membangunkan orang yang sedang tertidur namun didengar oleh orang yang sedang
terjaga…".
·
Dilarang mendahului ahli kitab dengan salam;
berdasarkan sabda Nabi r:
لاَ
تَبْدَؤُوْا الْيَهُوْدَ وَالنَّصَارَى بِالسَّلاَم ِفَإِذَا لَقِيْـتُمْ
أَحَدَهُمْ فِي الطَّرِيْقِ فَاضْطَرُّوْهُ إِلىَ أَضْيَق
"Janganlah kalian
memulai orang yang Yahudi dan Nashrani dengan salam, jika kalian menemukan
salah seorang dari mereka di jalanan maka desaklah mereka ke jalan yang lebih
sempit".
Dan jika ingin menghormatinya maka hormatilah dia dengan selain salam. Dan
apabila dia mengawali salam, maka hendaklah dia mengucapkan: (وَعَلَيْكُمْ)
dan tidak mengapa setelah itu untuk bertanya kepadanya: Bagaimana keadaanmu,
bagaimana keadaan anak-anakmu, sebagaimana dibolehkan oleh syekhul Islam Ibnu
Taimiyah rahimhullah.
·
Dilarang menyampaikan salam dengan isyarat,
berdasarkan hadits riwayat Jabir bin Abdullah t secara
marfu' kepada Nabi r:
لاَ
تُسَلِّمُوْا تَسْلِيْمَ الْيَهُوْد فَإِنَّ تَسْلِيْمَهُمْ بِالرُّؤُوْسِ
وَاْلأَكُفِّ وَاْلإِشَارَةِ
"Janganlah memberi
salam seperti salamnya orang-orang Yahudi, sesungguhnya salam mereka dengan
kepala, telapak tangan dan isyarat".
·
Boleh memperdengarkan salam pada sebuah
majlis yang dihadiri oleh campuran orang muslim dan musyrik, dan niat
mengucapkan salam tersebut hanya dikhususkan bagi orang muslim saja.
"Janganlah engkau
menyampaikan salam seperti apa yang diperbuat oleh orang-orang Yahudi,
sesungguhnya salam mereka dengan kepala, telapak tangan dan isyarat".
·
Dibolehkan mengucapkan salam kepada orang yang
sedang shalat dan menjawabnya dengan isyarat, dan tidak terdapat baginya cara
tertentu; terkadang dengan Rasulullah r
menjawabnya dengan jari-jari, terkadang pula berisyarat dengan tangan atau
memberikan isyarat dengan kepalanya dan disebutkan dalam riwayat yang shahih
bahwa beliau berisyarat dengan telapak tangan.
·
Dibolehkan mengucapkan salam kepada orang
yang sedang membaca Al-Qur'an dan dia wajib menjawabnya.
·
Dimakruhkan memberikan salam kepada orang
yang sedang menjauh untuk membuang hajat, seperti yang diriwayatkan oleh Ibnu
Umar radhiallahu bahwa seorang lelaki lewat sementara Rasulullah r
sedang kencing, lalu lelaki tersebut mengucapkan salam kepada Nabi r
namun beliau tidak menjawabnya.
·
Dianjurkan mengucapkan salam saat memasuki
rumah, sebagaimana dianjurkan mengucapkan salam saat rumah kosong; Dari Ibnu
Umar t
bahwa dia berkata: Jika seseorang memasuki rumah yang tidak berpenghuni maka
hendaklah dia mengatakan:
اَلّسَّلاَمُ
عَلَيْنَا وَعَلىَ عِبَادِ اللهِ الصَّالِحِيْنَ
"Kesejahteraan atas
kami dan atas hamba-hamba Allah yang shaleh".
·
Dianjurkan bagi seorang yang memasuki mesjid
untuk shalat dua rekaat sebagai shalat tahiyatul mesjid sebelum mengucapkan
salam. Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata: …dan di antara petunjuknya adalah
orang yang memasuki mesjid mulai dengan dua rekaat tahiyatul masjid kemudian
barulah ia datang dan mengucapkan salam kepada jama'ah yang sedang berkumpul
seperti yang dijelaskan dalam hadits al-musi' shalatahu (seorang yang
mempraktikkan shalatnya secara tidak sempurna).
·
Tidak diperbolehkan bagi seseorang memasuki
mesjid saat imam sedang berkhutbah pada hari jum'at, sementara dia sendiri
mendengar khutbah tersebut, maka dilarang baginya memberi salam kepada orang
yang ada di mesjid, dan orang yang berada di dalam mesjid tidak diperbolehkan
menjawab salam tersebut saat imam sedang berkhutbah, namun jika menjawabnya
dengan isyarat maka itu diperbolehkan.
Jika
orang yang ada di sampingnya mengucapkan salam kepadanya lalu ingin menjabat
tangannya saat imam sedang berkhutbah, maka dia boleh menjabat tangannya tanpa
harus berbicara dan menjawab salamnya setelah khatib selesai dengan khutbah
yang pertama, dan jika seseorang mengucapkan salam saat khatib berkhutbah
dengan khutbah yang kedua maka engkau menjawab salamnya setelah kahtib selesai
dari khutbahnya yang kedua.
·
Dijelaskan dalam sebuah riwayat dari Ibnu
Umar radhiallahu anhuma bahwa Rasulullah r
bersabda:
مَنْ بَدَأَ بِالْكَلاَمِ قَبْلَ
السَّلاَمِ فَلاَ تُجِبْيُبوْهُ
"Barangsiapa yang memulai dengan
mengobrol sebelum mengucakan salam maka janganlah engkau menjawabnya".
Dalam lafaz Ibnu Ady dijelaskan bahwa: "Mengucapakan salam dahulu sebelum
bertanya, maka barangsiapa yang memulai kepadamu dengan berbicara sebelum
mengucapakan salam maka janganlah engkau menjawabnya". Dan diriwayatkan
oleh Jabir t secara marfu' Rasulullah r bersabda:
لاَ تَأْذَنُـوْا ِلمَنْ لَمْ
يَبْدَأْ بِالسَلاَم
"Janganlah engkau mengizinkan orang yang tidak memulai dengan
salam".
·
Termasuk sunnah mengucapkan salam ketika
meninggalkan suatu majlis, berdasarkan hadits Rasulullah r:
إِذَا
نْتَهَى أَحَـدُكُمْ إِلَى الْمَجْلِسِ فَلْيُسَلِّمْ فَإِذَا أَرَادَ أَنْ
يَقُـوْمَ فَلْيُسَلِّمْ فَلَيْسَتِ اْلأُوْلىَ بِأَحَقَّ مَِن اْلآخِـرَةِ
"Apabila salah
seorang di antara kalian telah
sampai pada sebuah majlis maka hendaklah dia mengucapkan salam, dan jika dia
ingin bangkit keluar maka hendaklah mengucapkan salam, dan tidaklah yang pertama
lebih berhak dari yang terakhir (dengan salam)".
·
Meminyaki tangan dengan wewangian untuk
berjabat tangan. Dari Tsabit Al-Banani bahwa Anas meminyaki tangannya dengan
minyak wangi yang harum untuk berjabatan tangan dengan teman-temannya.
·
Syekhul Islam Ibnu Taimiyah rahimhullah
ditanya tentang hukum berjabat tangan setelah shalat fardhu, beliau menjawab:
“Berjabat tangan setelah menunaikan shalat fardhu bukan termasuk sunnah akan
tetapi bid’ah”. Dan Al-Izz bin Abdusalam berkata: “Berjabat tangan setelah
melaksanakan shalat subuh dan asar adalah bid’ah kecuali bagi orang yang baru
datang yang telah berkumpul dengan orang yang akan disalaminya sebelum shalat,
sebab sesungguhnya berjabat tangan disyari’atkan saat baru datang dan Nabi r
setelah selesai melaksanakan shalat wajib, beliau membaca wirid-wirid yang
disyari’atkan, beristigfar tiga kali lalu bubar.
·
Di antara kesalahan yang terjadi adalah
meninggalkan salam saat baru bertemu (sekalipun tidak lama berpisah), dan
hadits Al-Musi’ Shalatahu adalah dalil disyari’atkanya mengucapkan salam
seklipun pertemuan sebelumnya berlalu selang beberapa waktu. Dan Imam Nawawi
rahimahullah memberikan bab di dalam kitab riadhus shalihin tentang hadits
Al-Musi’ Shalatahu, yaitu ((bab isthbaabu I’adatis salam ala man takarrara
liqaa’ahu ala Qurbin bi an dakhala tsumma kharaja tsumma dkhala fil haal
au haala bainahumaa syajarotun au nahwaha/ Bab dianjurkannya mengulangi
salam bagi orang yang pertemuannya berkali-kali selang beberapa saat, yaitu
dalam masa yang berdekatan; sekedar masuk kemudian keluar lalu masuk pada saat
yang sama atau dihalangi oleh sebuah pohon atau yang lainnya)).
·
Ada
beberapa bentuk penghormatan lain yang disyari’atkan, seperti mengucapkan: مَرْحَبًا (Selamat datang), tetapi yang paling utama agar penghormatan
ini diucapkan bersamaan dengan salam, maka tidak boleh mencukupkan diri
dengannya tanpa dibarengi salam. Sebagaimana yang diriwaytkan oleh Ibnu Abbas
radhiallahu anhu, ia berkata: Saat utusan Abdul Qois mendatangi Nabi r,
beliau menyambut mereka dengan mengucapkan:
مَـرْحَبًا
بِالْـوَفْـدِ الَّذِيْنَ جَاءُوْا غَيْرَ خَزَايَا وَلاَ نَدَامَى
“Selamat datang dengan
utusan yang datang tanpa terhina dan penyesalan”. Lalu mereka berkata: Wahai
Rasulullah! Kita adalah bagian dari penduduk desa Rabi’ah, dan jarak di antara kami
dan dirimu terpisah oleh suku Mudhar, kami tidak bisa mendatangimu kecuali pada
bulan-bulan haram, maka perintahkanlah kepada kami dengan perkara yang jelas,
yang dengannya kami bisa masuk surga dan sebagai bekal yang kami akan dakwahkan
kepada orang-orang di belakang kami..”.
إِذَا
أَتىَ الرَّجُـلُ الْقَـوْمَ فَقَالُوْا مَرْحَبًا فَمَرْحَبًا بِهِ يَـوْمَ
يَلْـقَى رَبَّهُ
Apabila seseorang mendatangi suatu kaum kemudian mereka
mengucapkan: مَرْحَبًا maka keselamatan baginya pada hari dia bertemu dengan
Tuhannya”.
·
Dan di antara cara memberikan penghormatan
yang praktis adalah berjabat tangan, berpelukan dan mencium.
·
Adapun brjabat tangan.
Dijelaskan dalam hadits shahih dari Anas, dia berkata: Pada saat penduduk Yaman
mendatangi Nabi r,
Rasulullah r
berkata: (Telah datang kepadamu penduduk Yaman) dan mereka adalah orang yang
pertama datang dengan berjabat tangan”.
Diriwayakan dari Abu Dawud Rahimahullah dan yang lainnya bahwa
Rasulullah r
bersabda: مَا مِنْ مُسْلِمَيْنِ يَلْتَقِيَانِ فَيَتَصَافَحَانِ
إِلاَّ غُفِرَ لَهُمَا قَبْلَ أَنْ يَتَفَرَّقَا
"Tidaklah dua orang
muslim saling berjabat tangan kecuali dosa-dosa mereka akan diampuni sebelum
mereka berdua berpisah".
Dari Anas radhiallahu anhu: Seorang lelaki berkata: Wahai Rasulullah! Salah
seorang di antara kami menemui sahabatnya yang lain, apakah dia harus tunduk
kepadanya (sebagai penghormatan baginya)? Rasulullah menjawab:
"Tidak", lalu shahabat tersebut bertanya kembali: Apakah dia harus
memeluknya dan menciumnya? Rasulullah menjawab: "Tidak", lalu
shahabat tersebut kembali bertanya: "Apakah dia harus berjabat tangan
dengannya?" Maka Rasulullah menjawab: Ya, jika dia mau melakukannya".
Sebagaimana tidak dianjurkan untuk mencabut tangan saat berjabatan tangan
sampai shahabatnya tersebut yang memulai mencabut tangannya sendiri, sebagimana
diriwayatkan oleh Anas bin Malik t
bahwa dia berkata: Bahwa Rasulullah r
jika menyambut seseorang dan menjabat tangannya maka beliau tidak mencabut
tangannya sendiri sampai orang tersebutlah yang memulai mencabut
tangannya".
Adapun berpelukan. para ulama mengatakan bahwa perbuatan
tersebut dilakukan (khusus untuk menyambut orang yang baru datang dari)
perjalanan, sebagian ulama mengatakan bahwa berpelukan disyari'atkan juga dalam
keadaan tidak musafir jika waktu berpisah cukup lama atau orang yang berkunjung
adalah seorang yang mempunyai kedudukan dan wibawa dan mereka butuh dengan
sikap seperti ini, sebagaimana diriwayatkan oleh Turmudzi rahihullah dalam
kitab Al-Syama'il dan yang lainnya bahwa Rasulullah r
mendatangi rumah Abi Al-Tayhan-salah seorang shahabat-maka pada saat dia
melihat bahwa yang datang adalah Rasulullah r,
dia segera mendatangi beliau dan memeluk Rasulullah r
padahal rumahnya ada di Madinah.
Adapun mencium. Maka para ulama menyebutkan dibolehkannya
mencium kepala, adapun mencium tangan maka sebagian ulama membenci hal
tersebut, disebutkan dari syekhul Islam rahimhullah bahwa sebagian ulama
menyebutnya sebagai sajdah sugro (sujud kecil).
Adapun mencium kedua pipi dan mulut.
Maka perbuatan tersebut dilarang dan tidak boleh, dan larangan ini menjadi kuat
bahkan hukumnya menjadi haram jika dibarengi dengan meningkatnya syahwat. Yang
disyari’atkan adalah mencium kepala. Dan sebagian mereka membolehkan mencium
tangan orang-orang shaleh dan para ulama yang mulia jika seseorang melakukannya
karena dorongan (keistiqomahannya) di dalam agama dan dimakruhkan mencium
tangan selain mereka dan tidak diperbolehkan sama sekali mencium tangan seorang
lelaki remaja yang tampan, dan disebutkan di dalam catatan pinggir fatawa Imam
Nawawi rahimhullah Ta’ala: Apabila seseorang ingin mencium tangan orang lain
karena kezuhudan, kesalehan, keilmuan, kemuliaan dan kedudukannya atau yang
lainnya dari kemuliaan karena agama maka hal itu tidak dimakruhkan bahkan
dianjurkan, sebab Abu Ubaidah telah mencium tangan Umar radhiallahu anhu, namun
jika karena kekayaan, harta, kekuasaan dan wibawa terhadap orang yang ahli
dunia dan yang seperti mereka maka perbuatan itu sangat dibenci.
·
Tidak
termasuk kebiasaan generasi salaf dari sejak Nabi r dan khulafair rasyidin membiasakan berdiri
(saat menyambut Nabi r), sebagaimana yang diperbuat oleh sebagian
besar orang, bahkan Anas bin Malik radhiallahu anhu mengatakan tentang para
shahabat (bahwa tidak ada seorangpun yang lebih mereka cintai dari Nabi r, namun saat mereka melihat beliau, mereka
tidak pernah beridiri untuk menyambutnya karena mereka mengetahui bahwa beliau
membenci perbuatan tersebut)
,
akan tetapi terkadang mereka bangkit untuk menyambut orang yang baru datang
untuk menemuinya, sebagaimana diriwayatkan
dari Nabi r bahwa beliau bangkit berdiri untuk menyambut
Ikrimah, dan beliau juga memerintahkan
kepada kaum Anshar saat Sa’ad bin Mu’adz ra kembali: “Berdirilah untuk
menyambut pemimpin kalian”, yaitu setelah beliau kembali memberikan keputusan
hukuman bagi Yahudi Bani Quraidhah.
Jika kebiasaan yang berkembang di tengah
masyarakat, bahwa menghormati orang yang baru datang dengan cara berdiri, dan
seandainya ditinggalkan orang beranggapan bahwa hal tersebut berarti
meninggalkan hak orang yang baru datang, sementara mereka belum mengetahui
perbuatan yang sesuai dengan sunnah, maka yang lebih baik adalah berdiri
menyambut orang yang baru datang tersebut sebab hal ini lebih baik dalam
menjaga kedamaian antar sesama dan menghindarkan timbulnya permusuhan dan
saling benci. Adapun orang mengetahui bahwa kebiasaan suatu masyarakat adalah
berbuat sesuatu yang sesuai dengan sunnah, maka meniggalkan berdiri untuk
menyambut orang yang baru datang tidak termasuk menyakiti orang yang baru
datang tersebut.
Dianjurkan bagi orang yang terhalang menjawab
salam sudaranya untuk meminta maaf kepadanya dan menjelaskan alasannya.
Diriwayatkan oleh Jabir radhiallahu anhu bahwa Nabi r
mengutusnya ke negeri Yaman, dia menceritakan: "Aku mendatangi Nabi r
sambil mengucapkan salam kepadanya,
namun beliau tidak menjawabku, akhirnya hatiku merasakan sesuatu yang Allah
lebih tahu dengannya, aku berkata di dalam diriku: Jangan-jangan beliau marah
karena keterlambatanku mendatanginya”, kemudian, aku kembali mengucapkan salam
kepadanya, namun beliau tetap tidak menjawab salamku, maka aku merasa tidak
enak di dalam hatiku lebih dari apa yang aku rasakan pada salam yang pertama,
lalu aku kembali mengucapkan salam yang ketiga untuknya, kemudian beliau
menjawab salamku, lalu bersabda: "Hanya sanya yang menghalangi aku
menjawab salammu adalah karena aku sedang shalat”. Dan pada saat itu beliau
sedang shalat di atas hewan tunggangannya dan tidak menghadap kiblat.
·
Mengucapkan salam dengan lisan dan isyarat
secara bersamaan kepada orang yang bisu dan tuli.
·
Disyari’atkan untuk mengucapkan salam kepada penghuni kubur.
·
Imam Bukhari berkata dalam kitabnya:
Al-Adabul Mufrod: Bab Jawabul Kitab, dari Ibnu Abbas, dia berkata: “Saya
berpendapat harus menjawab salam yang tertulis di dalam kitab sama seperti
menjawab salam (yang terucap)”.
[1] HR. Bukhari no: 3326.
Muslim no:2841.
[2] HR. Ibnu Hibban no:
856, dishahihkan oleh Albani.
[3]Al-Nawawi
syarah shahih Muslim 2160.
[4] Abu Dzakaria
Al-Nawawi mengatakan: Dianjurkan bagi orang yang mengucapkan salam untuk
memulainya dengan اَلسَّلاَمُ
عَلََيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ َوبَرَكَاتُهُ yaitu menyebutkannya dengan menggunakan kata ganti plural
sekalipun sesorang mengucapkan salam kepada satu orang saja. Dan orang yang
menjawabnya mengatakan: وعَلََيْكُمْ
اَلسَّلاَمُ وَرَحْمَةُ اللهِ َوبَرَكَاتُهُ. Al-Adab Al-Syariyah 1/359.
[5] HR. Bukhari dalam
kitab Al-Adabul Mufrod no: 986, Albani mengatakan: Shahih.
[6] Sunan Abu Dawud no:
5209, dan Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih.
[7] Semua riwayat tentang
mengulangi salam menyimpulkan bahwa mengulangi salam dilakukan pada kondisi
tertentu, dan Imam Al-Nawawi mengatkan bahwa mengulangi salam dilakukan apabila
jama'ah tempat mengucapkan salam tersebut berjumlah banyak (Riyadhus Shalihin
hal. 291). Dan mengulangi ucapan salam untuk meliputi semua jama'ah. Dan Ibnu
Hajar mengatakan rahimahullah mengatakan bahwa mengulangi salam dilakukan jika
seseorang merasa ragu kalau-kalau orang yang diberikan salam kepadanya tidak
mendengarkan ucapan salam tersebut. Fathul Bari hadits no: 6244, dan Zadul Ma'ad
2/418.
[8] HR. Bukhari no: 6244.
[9] HR. Bukhari no:12 dan
Muslim no: 39.
[10] Al-Adabus Syar'iyah
1/396.
[11] HR. Bukhari dalam
Al-Adabul Mufrod no: 986, dan Albani mengatakan: Shahih.
[12] HR. Bukhari no: 6232.
Muslim no: 2160.
[13] HR. Bukahri no: 6231.
[14] Al-Adabus Syar'iyah
1/401.
[15] Al-Adabus Syar'iyah
1/401.
[16] HR. Abu Dawud no:
5231 dihasankan oleh Albani
[17] Al-Adabus Syar'iyah
1/352.
[18] HR. Bukahri no: 6247.
[19] HR. Muslim no: 2055.
[20] HR. Muslim no: 2167
[21] Kecuali jika ucapan
selamat yang mereka lontarkan cukup jelas dan tidak membawa makna yang samar,
maka dalam hal ini boleh bagi sesorang untuk menjawabnya, berdasarkan keumuman
makna yang terkandung dalam firman Allah I: وَإِذَا حُيِّيْتُمْ بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّوْا
بِأَحْسَنَ مِنْهَا أَوْ رُدُّوْهَا"Apabila
kalian diberikan suatu penghormatan maka balasalah penghormatan tersebut dengan
yang lebih baik darinya atau balaslah dengan hal yang sama".
[22] Jika ada yang bertanya:
Bagaimana dengan sikap Nabi r
yang mengawali salam kepada orang kafir
dengan mengatakan:سَلاَمٌ
عَلىَ مَنِ اتَّبَعَ اْلهُدَى...؟ (keselamatan kepada orang
yang mengikuti petunjuk). Para mufassirin
menyebutkan bahwa ucapan tersebut bukan penghormatan tetapi maksudnya adalah
orang yang masuk Islam akan selamat dari adzab Allah. Oleh karena itu
disebutkan setelahnya bahwa azab akan menimpa orang yang mendustakan dan
berpaling dari tuntunan Allah, maka jawabannya adalah bahwa beliau tidak
mengawali orang kafir dengan mengucapkan salam secara sengaja, sekalipun lafaz
hadits ini seakan mengisyaratkan makna tersebut. (Fathul Bari, Ibnu Hajar
1/38).
[23]
Al-Adabus Syar'iyah 1/390, Al-Adzkar, An-Nawawi 367.
[24] Al-Adabus Syar'iyah
1/390, Al-Adzkar, Al-Nawawi: 367
[25].Fathul Bari 11/16, adapun tentang
hadits Asma' binti Yazid yang mengatakan: "Nabi saw mengulurkan tangannya
kepada jama'ah perempuan saat menyampaikan salam". HR. Turmudzi no: 2697,
Al-Bukhari dalam kitab Al-Adabul Mufrod no: 1047, 1003, Albani mengatakan bahwa
hadits tersebut shahih, Imam Nawawi mengatakan bahwa kemungkinan bahwa Nabi saw
mengumpulkan antara isyarat dengan ucapan salam, sebagimana yang disebutkan
dalam riwayat Abi Dawud: فَسَلَّمَ عَلَيْهِ (dan
mengucapkan salam kepadanya), Al-Adzkar
hal. 356.
[26] Syekhul Islam Ibnu
Taimiyah rahimahullah dalam fatwanya pada jilid ke 22, menyebutkan bahwa Jika
orang yang sedang shalat mengetahui cara menjawab salam dengan isyarat maka
dibolehkan menyampaikan salam kepadanya, jika dia tidak mengetahuinya maka
sebaiknya tidak mengucapkan salam kepadanya agar shalat mereka yang wajib tidak
terputus dengan perbuatan yang sunnah, sebab bisa jadi orang tersebut menjawab
salam secara lisan sehingga menimbulkan kekurangan bagi shalatnya.
[27] HR. Muslim no: 370
[28] Al-Adabul Mufrod no:
1055 dan dihasankan oleh Al-bani.
[29] Zadul Ma'ad
2/413-414.
[30] Fatawa Lajnah Da'imah
8/243.
[31]Fatawa
Lajnah Da'imah 8/246 Saudi
Arabia.
[32] HR. Al-Thabrani dalam
kitab Al-Ausath dan Abu Na'im dalam kitab Al-Hulyah dihasankan oleh Al-Bani
dalam Silsilatus Shahihah no: 816.
[33] Dishahihkan oleh
Albani dalam kitab Al-Shahihah: 817.
[34] HR.
Turmudzi nno: 2861, Al-Bukahri dalam kitab Al-Adabul Mufrod no: 1008 dan Albani
mengatakan hadits Shahih.
[35]
Al-Muhkamul Matiin Fi Ikhtisharul Qaulul Mubiin Fi Aktha’al Mushalliin, Mashur
bin Hasan Ali Salman.
[36] Shahih
Bukhari no: 5708.
[37]
As-Silsilatus Shahihah no: 1189
[38] HR. Abu
Dawud no: 5212
[39] HR. Abu Dawud no:
5212 dan Albani mengatakan bahawa hadits ini shahih.
[40] HR. Turmudzi no:2728,
dan dikeluarkan oleh Alabni dalam kitabnya Sililatus Shahihah no:160 1/288.
[41] HR. Turmudzi no:
2490, dishahihkan oleh Albani dengan berbagai jalan dalam kitab Al-Sisilatus
Shahihah no: 2485, (5/635)
[42]
Al-Turmudzi no: 2292.
[43] Albani
rahimhullah menegaskan dalam kitab Al-Silsilatus Shahihah 1/251 bahwa mencium
tangan orang yang alim dibolehkan dengan
tiga syarat:
1. Tidak
dijadikan sebagai kebiasaan, di mana orang yang alim tersebut secara sengaja
mengulurkan tangannya kepada para murid-muridnya.
2. Hal
tersebut tidak menjadikan orang yang alim tersebut sombong terhadap orang lain.
3. Perbuatan
tersebut tidak menyebabkan hilangnya sunnah berjabatan tangan.
Disebutkan dalam fatwa syekh Ibnu Humaed rahimhullah: “Tidak
baik bagi seorang lelaki mencium mulut ibunya dan tidak pula mulut anaknya,,
begitu juga kakak laki-laki tidak diperbolehkan mencium mulut adik
perempuannya, dan bibi dari bapak, bibi dari ibu serta salah seorang mahromnya,
mencium mulut khusus bagi seorang suami.
[44] HR. Bukhari
dalam kitab Al-Adabul Mufrod no: 946, dan terdapat sedikit perbedaan lafaz,
Albani berkata: Shahih.
[45]HR.
Bukhari no: 6262.
[46] Majmu’
fatawa 1/374-375
[47] Ibnu
Hajar rahimhullah berkata: secara umum, jika berdiri untuk menyambut seseorang
dianggap sebagai penghinaan dan bisa menimbulkan kerusakan maka hal itu tidak
boleh dilakukan, dan makna inilah yang ditegaskan oleh Ibnu Abdis Salam (Fathul
Bari 11/56). Ahlul Ilmi menjelaskan bahwa berdiri tersebut dibagi menjadi tiga
macam:
1/Berdiri untuk
mendatangi seseorang, maka hal ini tidak mengapa, sebab Nabi r
saat kedatangan Sa’d bin Mu’adz t
setelah memberikan hukuman kepada Yahudi dari Bani Quraidhah, Rasulullah r
bersabda: (Berdirlah menuju pemimpin kalian) HR. Bukhari no: 4121, Muslim no:
1768.
2/Berdiri untuk menyambut kedatangan seseorang, hal ini juga
tidak mengapa, apalagi jika masyarakat menjadikannya sebagai kebiasaan, dan
orang yang datang menganggap bahwa tidak berdiri untuk mneyambutnya adalah
penghinaan, sekalipun yang lebih utama adalah meninggalkan perbuatan tersebut
seperti yang dijelaskan di dalam sunnah, namun apabila masyarakat terbiasa
dengan perbuatan seperti itu maka hal tersebut tidak mengapa dilakukan.
3/Berdiri untuk
menghormati seseorang. Seperti seseorang duduk lalu salah seorang sebagai ketua
berdiri untuk mengagungkannya, maka perbautan seperti ini terlarang. Rasulullah
r bersabda: لاَ تَقُوْمُوْا
كَمَا تَقُوْمُوْا اْلأَعَاجِمُ يُعَظِّمُ بَعْضُهُمْ بَعْضًا
Janganlah
kalian berdiri sebagaimana orang-orang ajam berdiri (dalam mengormati) sebagian
mereka atas sebagian lannya” HR. Abu Dawud no: 5230, dan dilemahkan oleh syekh
Albani rhimhullah dalam kitab Silsilatud Dhaifah no: 346. Syarhu Riadhus
Sholihin, Ibnu Utsaimin 1/260.
Adapun berdiri untuk kebaikan dan
kemaslahatan, seperti berdirinya Ma’qil bin Yasar untuk mengangkat ranting
sebuah pohon dari Rasulullah r saat berbai’at sebagaimana
yang diriwayatkan oleh Muslim, dan berdirinya Abu Bakr t untuk melindunginya dari
terik matahari, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari secara mu’allaq
maka perbuatan ini adalah mustahab.
[48]
Al-Adabus Syar’iyah 1/400.
[49]
Al-Aadbus Syar’iyah: 1/402.
[50]
Al-Adabul Mufrod no: 1117 dengan sanad yang hasan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar